Pajak PT Perorangan adalah komponen penting dalam pengelolaan bisnis legal oleh pengusaha mandiri. Pemilik usaha dengan badan hukum tunggal wajib memahami sistem perpajakan yang berlaku—baik jenis pajak, cara menghitung, hingga pelaporannya.
Baca Juga: Pajak PT di Indonesia: Jenis dan Kewajibannya
Pengertian Pajak Usaha Perorangan
PT Perorangan adalah bentuk perseroan terbatas yang didirikan oleh satu orang dan diakui sebagai badan hukum. Meskipun hanya dimiliki oleh satu individu, kewajiban perpajakannya mengacu pada ketentuan badan usaha. Terdapat dua komponen utama pajak yang harus diperhatikan:
Pajak Penghasilan (PPh)
PT Perorangan wajib memiliki NPWP Badan dan melaporkan penghasilan melalui SPT Tahunan Badan. Jika omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun, tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5% dari peredaran bruto dapat digunakan. Namun, bagi yang memilih pembukuan penuh, tarif progresif Pasal 17 UU PPh tetap berlaku.
Jika termasuk dalam ketentuan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) sesuai PER-17/PJ/2015, wajib pajak dapat menggunakan pendekatan normatif untuk menghitung PKP.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Jika omzet melebihi Rp500 juta, maka wajib mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan memungut PPN 11%. Untuk omzet di bawahnya, menjadi PKP bersifat opsional namun dapat memberikan nilai tambah bagi kredibilitas bisnis.
Baca Juga: Pajak Sewa Kantor: Panduan Mengoptimalkan Bisnis Anda
Dasar Hukum Pajak PT Perorangan
PP No. 23 Tahun 2018
Mengatur tarif final 0,5% untuk pengusaha dengan omzet maksimal Rp4,8 miliar per tahun. Berlaku maksimal 3 tahun untuk badan.
Pasal 17 UU PPh
Mengatur tarif progresif PPh badan sebesar 22% dengan insentif pengurangan 50% untuk PKP dengan omzet di bawah Rp50 miliar.
Baca Juga: Apakah PT Perorangan Bisa PKP?
Cara Menghitung Pajak PT Perorangan
Perhitungan Berdasarkan PP 23 Tahun 2018
Contoh: Omzet Rp3 miliar/tahun → PPh Final = 0,5% × 3.000.000.000 = Rp15.000.000
Perhitungan Berdasarkan Pasal 17 UU PPh
Tarif PPh = 22% x Penghasilan Kena Pajak (PKP)
- Omzet ≤ Rp4,8 miliar → 50% x 22% x PKP
- Omzet Rp4,8 – 50 miliar → kombinasi tarif sesuai porsi PKP
- Omzet > Rp50 miliar → 22% x PKP (tanpa potongan)
Baca Juga: Perbedaan PKP dan Non PKP: Panduan untuk Pengusaha
Cara Bayar Pajak PT Perorangan
Pembayaran pajak bisa dilakukan melalui:
- e-Banking atau mobile banking
- ATM atau teller bank
- Marketplace yang menyediakan menu pembayaran pajak
Baca Juga: Apakah PT Perorangan Bisa Pakai Alamat Rumah?
Cara Lapor Pajak Usaha Perorangan
Pelaporan dilakukan melalui e-Filing DJP Online. Ini berlaku untuk PPh Tahunan, PPh Masa, maupun PPN jika terdaftar sebagai PKP.
Langkah-langkah Pelaporan
- Siapkan dokumen: laporan keuangan, bukti potong, faktur pajak
- Login ke https://djponline.pajak.go.id
- Isi formulir SPT sesuai jenis pajak dan masa pelaporan
- Lakukan validasi dan unggah dokumen pendukung
- Kirim SPT dan simpan Bukti Penerimaan Elektronik
Baca Juga: Perbedaan PT Perorangan dan CV yang Wajib Diketahui
Butuh Bantuan Urus Pajak? vOffice Siap Bantu
Gunakan layanan kami untuk:
- Pembuatan laporan keuangan dan pelaporan SPT
- Pengelolaan payroll dan pemotongan PPh 21
- Pengurusan PKP wilayah Jakarta & sekitarnya
Konsultasi GRATIS sekarang dan dapatkan penawaran spesial!
FAQ tentang Pajak PT Perorangan
1. Apakah saya wajib membayar pajak jika omzet masih di bawah ambang batas?
Tetap wajib lapor pajak meskipun tidak wajib bayar. Namun, periksa ketentuan pengenaan PPh Final 0,5% jika omzet mendekati Rp500 juta.
2. Apa yang terjadi jika telat bayar pajak?
Anda akan dikenakan sanksi administratif berupa bunga atau denda sesuai Pasal 7 KUP.
3. Bisakah pengusaha PT Perorangan mendapatkan insentif pajak?
Bisa, termasuk tarif PPh Final, pembebasan sementara, atau pengurangan tarif PPh Pasal 25. Syaratnya diatur oleh Direktorat Jenderal Pajak.
4. Perlukah menggunakan jasa konsultan pajak?
Disarankan, terutama untuk bisnis yang mulai kompleks atau memiliki karyawan. Konsultan dapat memastikan kepatuhan dan efisiensi pajak.
5. Haruskah saya menyimpan dokumen pajak?
Ya. Simpan bukti setor, faktur, dan laporan keuangan minimal 5 tahun untuk keperluan audit.